Shoping...Shoping and Shoping, kata inilah yang selalu ada di angan angan kita saat sedang berwisata ke tempat tempat yang menjadi daerah pariwisata Nasional. Sperti Bali, Yogyakarta dan daerah wisata yang lain di seluruh Indonesia.
Bagi kamu yang pernah datang ke Yogyakarta tidak akan lengkap bila tidak mampir berbelanja suvenir kas di daerah Gudeg tersebut. ada banyak tempat yang bisa di kunjungi diantaranya adalah di Pusat kerajinan Barang Gerabah terbesar di kota pelajar ini.
Sebuah desa yang dijadikan sebagai daerah Centra Industri kerajinan Gerabah, yaitu bernama desa KASONGAN. di daerah wisata gerabah tersebut hampir rata rata penduduknya bekerja sebagai pengrajin barang barang suvenir Gerabah.
Bahkan daerah ini sudah terkenal sampai ke Manca Negara seperti Eropa, Amerika, Jepang dan
beberapa Negara lainnya.
Produk khas Kasongan seperti " guci,keramik, tempat bunga, hiasan dinding, kepala Budha kini mulai banyak diminati buyer luar negeri.
Cikal bakal desa wisata ini dulu adalah hanya beberapa orang pengrajin saja, tapi dalam perkembangan nya banyak tumbuh nya kios kios pengrajin didesa tersebut dan akhirnya menjadi besar hingga mendapat julukan Desa wisata Kerajinan Gerabah Kasongan.
Bagi kamu yang ingin berbelanja letak desa kasongan tersebut tidak begitu jauh dari Pusat Kota Yogyakarta. kurang lebih sekitar 8 Km kearah Barat daya dari kota.
Bila bingung bisa bertanya kepada setiap orang asalkan penduduk Yogyakarta pasti ketemu.
Kamu bisa berbelanja murah ke Pusat pengerajinnya secara langsung dengan harga yang sepadan dengan barang yang akan dibeli. bisa milih lagi. semua Barang koleksi Gerabah yang kamu ingin kan mudah mudahan ada semua di desa ini. Bahkan bisa dipesan kepada pengrajinnya sesuai dengan keinginan kita, baik bentuk atau warna.
Barang yang kamu beli bisa merupakan hanya untuk koleksi atau kamu ingin belanja untuk dijual kembali. bahkan bisa kamu Export kalau memang ada canel untuk itu.
Bagi yang telah berkunjung ke Yogyakarta silahkan mampir, kalau tidak pasti rugi.....
Selasa, 20 Oktober 2009
WISATA KASONGAN
Minggu, 18 Oktober 2009
Seputar Misteri SEKATEN
Di Jogjakarta ada sebuah budaya yang hingga saat ini masih terus dilestarikan yaitu Sekaten yang diselenggarakan untuk memperingati lahirnya Nabi Muhammad SAW yang lahir pada tanggal 12 bulan Maulud, bulan ketiga dari tahun jawa. Perayaan sekaten diantaranya meliputi “Sekaten Sepisan” yakni dibunyikannya dua perangkat gamelan Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu, kemudian pemberian sedekah `Ngarso Dalem` Sri Sultan HB X berupa `udhik-udhik` (menyebar uang) dan kemudian diangkatnya kedua gamelan menuju Masjid Agung Jogjakarta dan ditutup dengan Grebeg. ASAL USUL SEKATEN Kata Sekaten diambil dari pengucapan kalimat “Syahadat”. Istilah Syahadat, yang diucapkan sebagai Syahadatain ini kemudian berangsur- angsur berubah dalam pengucapannya, sehingga menjadi Syakatain dan pada akhirnya menjadi istilah “Sekaten” hingga sekarang. Pada masa-masa permulaan perkembangan agama Islam di Jawa, salah seorang dari Wali Songo, yaitu Sunan Kalijogo, mempergunakan instrumen musik Jawa Gamelan, sebagai sarana untuk memikat masyarakat luas agar datang untuk menikmati pergelaran karawitannya. Untuk tujuan itu dipergunakan 2 perangkat gamelan, yang memiliki laras swara yang merdu yaitu Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu. Pada tanggal 5 bulan Maulud, kedua perangkat gamelan, Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur madu, dikeluarkan dari tempat penyimpanannya dibangsal Sri Manganti, ke Bangsal Ponconiti yang terletak di Kemandungan Utara (Keben) dan pada sore harinya mulai dibunyikan di tempat ini. Antara pukul 23.00 hingga pukul 24.00 ke dua perangkat gamelan tersebut dipindahkan kehalaman Masjid Agung Jogjakarta, dalam suatu iring-iringan abdi dalem jajar, disertai pengawal prajurit Keraton berseragam lengkap. ACARA PUNCAK Puncak acara dari perayaan Sekaten adalah “grebeg maulid”, yaitu keluarnya sepasang gunungan dari Mesjid Agung seusai didoakan oleh ulama Kraton. Masyarakat percaya bahwa siapapun yang mendapatkan gunungan tersebut, biarpun sedikit akan dikaruniai kebahagiaan dan kemakmuran. Kemudian tumpeng tersebut diperebutkan oleh ribuan warga masyarakat. Mereka meyakini bahwa dengan mendapat bagian dari tumpeng akan mendatangkan berkah bagi mereka. Pada umumnya , masyarakat Jogjakarta dan sekitarnya berkeyakinan bahwa dengan turut berpartisipasi merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW ini yang bersangkutan akan mendapat imbalan pahala dari Yang Maha Kuasa, dan dianugerahi awet muda. Sebagai ” Srono ” (syarat) nya, mereka harus mengunyah sirih di halaman Masjid Agung, terutama pada hari pertama dimulainya perayaan sekaten. Oleh karenanya, selama diselenggarakan perayaan sekaten itu, banyak orang berjualan sirih dengan ramuannya, nasi gurih bersama lauk-pauknya di halaman Kemandungan,di Alun-alun Utara maupun di depan Masjid Agung Jogjakarta. Bagi para petani, dalam kesempatan ini memohon pula agar panenannya yang akan datang berhasil. Untuk memperkuat tekadnya ini, mereka memberi cambuk (pecut) yang dibawanya pulang. TRADISIONAL Sedangkan keramaian penunjang berisi kesenian rakyat tradisional yang menyertai upacara tradisional seperti penjaja makanan tradisional, mainan tradisional serta kesenian rakyat tradisional. Kemudian untuk keramaian pendukung berupa pameran pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah maupun instansi sektoral dan vertikal, promosi pemasaran barang produksi dalam negeri dan meningkatkan barang ekspor nonmigas serta keramaian lainnya seperti permainan anak-anak, rumah makan dan cinderamata. Selama lebih kurang satu bulan sebelum upacara Sekaten dimulai, Pemerintah Daerah Kotamadya, memeriahkan perayaan ini dengan pasar malam, yang diselenggarakan di Alun-alun Utara Jogjakarta. Melalui Sekaten sebagai peristiwa budaya yang juga sebagai peristiwa religius dan merupakan ikon sekaligus identitas Jogjakarta. Dan hal itu sudah sepantasnya kita pertahankan dan kita kembangkan nilai-nilai hakikinya sebagai warisan keaneka ragaman budaya bangsa. (sumber : Swaberita) :/ek@.stw
Sekaten merupakan upacara pendahuluan dari peringatan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. Diselenggarakan pada tanggal 5 hingga tanggal 12 dari bulan yang sama. Selain di Keraton Jogjakarta juga diselenggarakan di Keraton Surakarta.
RESTORANE KANJENG SULTAN
Apa saja rahasia dapur raja? Temukan jawabannya dengan mencoba mencicipi sendiri berbagai menu kegemaran Sultan Yogyakarta di Resto Gadri di Rotowijayan, sisi barat Keraton Yogyakarta.
Ya, sebenarnya lidah raja-raja Jawa juga lidah manusia Jawa biasa yang suka nasi, lombok, dan berbagai minuman wedang. Hanya saja, dengan beberapa resep khusus turun-temurun, ditambah suasana nDalem (rumah pejabat tinggi Jawa) yang khas, membuat masakan kegemaran raja-raja Yogyakarta itu menjadi lebih menggugah rasa.
Tak heran jika menu ”rahasia” dengan suasana khas ini menarik minat berbagai selebritis dunia—seperti Lord Carrington dan juga aktor Steven Seagal, dan pemusik David Bowie—untuk mencicipi selera lidah raja-raja Jawa ini.
”Restoran ini memang satu-satunya yang menyajikan menu-menu kegemaran Sultan Yogya. Resepnya pun dari keraton,” ungkap Bendoro Raden Ayu (BR Ay) Nuraida Joyokusumo, pemilik dan pengelola restoran di pendopo nDalem Joyokusuman seperti ditulis Harian Kompas, 1 Maret 2009 lalu
Karena kegemaran raja, tidak heran jika di balik menu masakan itu juga tersimpan berbagai cerita. Nasi Blawong, misalnya. Menu paling khas raja Yogya—yang hanya disajikan pada saat-saat neton (ulang hari Sultan bertakhta atau ultah kelahiran raja) setiap 35 hari sekali—tentu, ada berbagai kisah di balik sajian ini.
”Sebenarnya Blawong berasal dari kata Belanda, blau. Artinya biru.... Tetapi, lidah Jawa lebih enak melafalkannya dengan blaw, blawong...,” tutur BR Ay Joyokusumo, yang berdarah asli campuran Bugis dan Kalimantan Timur ini pula.
Setiap neton raja, menu khusus itu dihidangkan pada raja—biasa disajikan sore hari—di atas piring biru (blau) yang khusus pula. Piringnya pun mempunyai nama, Kanjeng Kiai (KK) Blau. Sebuah royal dinner, yang didahului dengan sajian salat (salade?) Jawa, timun potong tipis dengan daging dimasak semur, dilumuri mayonaise. Dagingnya berasa perpaduan manis, gurih dan kecut tetapi nikmat.
”Bumbu (nasi Blawong) hanya bumbu rempah, dari sereh, daun salam, berambang (bawang merah), tanpa vetsin... Penyedap hanya tambah gula,” tutur BR Ay Joyokusumo pula.
Atau menu Bistik Edan. Jika umumnya bistik (dari bahasa asing, beef-steak) mestinya daging sapi, lha, di Resto Gadri bistiknya bistik daging ayam. Diberi bumbu khusus, bumbu lombok dan rempah-rempah—maka Anda pun akan mendesis, ”Wah, edan! Pedes....” Ini makanan kesukaan Sultan Hamengku Buwono Ke-8 (memerintah 1921-1939).
Bir Jawa
Tidak lengkap jika tidak Anda teguk pula berbagai jenis minuman wedang (minuman hangat) yang khas kegemaran para Sultan, Royal Secang. Ini merupakan ”menu wajib” para Sultan jika sedang menjamu para tamu khusus mereka.
”Minuman ini biasa disajikan untuk tamu khusus, dari sejak HB I sampai HB X saat ini,” tutur Ny Joyokusumo pula. Juga Bir Jawa—perpaduan minuman jahe dan jeruk limau (lime) kegemaran Sultan HB VIII ketika para tamunya tengah menikmati minuman-minuman beralkohol. Sultan HB VIII, menurut Ny Joyokusumo, dulu memang gemar memasak.
Jangan salah kira ini minuman keras. Bir Jawa adalah minuman khas campuran jahe, kapulaga, cengkeh, masoyi (mirip jahe padat), sereh, kayu secang, dan jeruk limau. Tanpa alkohol sama sekali.
Atau desert, sajian penghabisan dalam sebuah santapan yang khas kegemaran Sultan HB IX, Podeng Kabinet. Dinamakan demikian lantaran ketika itu Sultan HB IX (1940-1988) tengah menjabat menjadi Wakil Presiden RI. Podeng (puding) Kabinet ini di antaranya terdiri dari roti, nanas, kismis, susu dikukus pakai gula, dengan saus warna merah, pakai rum....
Pokoknya masih banyak lagi daftar makanan khas para Sultan Yogyakarta ini. Dalam kesempatan tertentu, pada sore hari nDalem Joyokusuman yang dipakai sebagai Resto Gadri ini juga sering disuguhi tari-tarian ayun-ayun ciptaan Sultan di masa lalu pula.
Anda juga boleh menikmati dan melihat-lihat suasana nDalem, baik di pringgitan (ruang tengah, tempat dulu biasa untuk menikmati wayang dari balik layar), atau melongok ruang tidur dulu tempat kelahiran Sultan HB X yang sekarang ini masih memerintah.
Bendoro Pangeran Haryo (BPH) Haji Joyokusumo yang anggota DPR ini adalah adik kandung Sultan HB X, putra mendiang Sultan Hamengku Buwono IX. Dan nDalem Joyokusuman, yang sekarang ini dibuka untuk umum tempat Resto Gadri, dari sejak dulu adalah bangunan tempat tinggal ajudan Sultan Yogyakarta, dibangun sejak tahun 1916. Sementara Resto Gadri sendiri didirikan sejak mendiang Sultan HB IX masih hidup, lebih dari 20 tahun silam.
Catatan Kecil di Ujung Larutnya JOGJA
Winoto Sastro , Sabtu legi sekitar jam 22.00.
Sebuah catatan Kecil yang tumbuh dari perasaan yang sangat besar dalam harapan dan Mimpi. Ketika sebuah perasaan yang tumbuh dari seonggok daging dalam rongga dada.
Cinta Kasih yang tumbuh bersama manis nya Es Cream dan merahnya Strowbery didalamnya.
Ada rasa bangga Ku didalam hati, ketika dua roda sepeda motorKu menapak i aspal Ngayokjokarto malam itu. Rasanya seperti tidak ingin menghentikan putara ban kendaraan Ku.
Waktu membawaku Kesasar disetiap ujung lorong indah nya kota Gudeg saat itu, yang membuat semakin sadar bahwa itu menjadi keasyikan dan kebahagiaan yang mungkin tak tercatat dalam sekenario perjalanan Ku malam itu.
Semua terjadi begitu singkat , seperti mawar yang tumbuh hanya satu malam, dalam harapan harumnya bisa muncul disetiap malam berikutnya. Singkat tapi Indah dan akan terus menjadi indah sepanjang waktu nafasku .